Lifestyle

13 Tahun Bersama, Teman Hidup Traveloka Eksplor Banyuwangi

Mari berkenalan dengan pasangan teman hidup yang sebentar lagi akan memasuki usia pernikahan ke-13 tahun.

Ini aku, anak sulung kesayangan keluarga. Perempuan dengan kepribadian introvert-sensing-thinking-judging. Lulus kuliah, kerja sebentar, lalu menikah. Saat ini menjalani peran sebagai emak-emak beranak tiga. Giat mencari cuan sebagai lifestyle blogger (alias ngeblog demi lifestyle).

Suka aktivitas outdoor, tapi tak masalah dengan indoor. Spesialis berpetualang di perkotaan yang ada moda transportasi umum. Tahu jalan, tapi sering tersesat.

Kenalin, ini Teman Hidupku. Laki-laki kelahiran tahun 198x yang rambutnya sudah mulai beruban sejak SMA. Pegawai pabrik yang susah banget ambil cuti. Kadar introvert lebih parah daripada istrinya.

Bisa keliling Indonesia dari Sabang sampai Merauke karena pekerjaan, tapi berlabuh saat menikahi ayang. Pengalaman outdoor sih banyak, tapi itu waktu muda. Sekarang mau jalan-jalan mengangkat berat badan aja susah, ketambahan beban hidup sebagai kepala keluarga.

Sesama introvert yang pernah diragukan bisa ngobrol atau enggak, nyatanya kami nyambung salah satunya dengan obrolan jalan-jalan dan berpetualang. Lalu kami menikah, dan obrolan pun berubah tema menjadi seputar pilihan sekolah anak, tagihan listrik, dan hitung-hitungan biaya mudik.

13 tahun lalu saat lagi mempersiapkan pernikahan, saat Air Asia baru bisa di-booking lewat situsnya, kami hendak memesan tiket ke Bali untuk honeymoon. Waktu itu tiketnya cuma 500 ribuan pulang pergi.

Kehendak pun tinggalah keinginan. Uangnya habis buat pesan gubuk cendol tambahan demi menyenangkan tamu-tamu undangan. Begitu pun dengan angpao yang akhirnya dirupakan laptop baru untuk dipakai mencari nafkah pasca menikah.

Dah lah, honeymoon lokal aja… hadiah staycation dari teman-teman kantor. Dulu belum ada istilah staycation dink, entahlah namanya apa, pokoknya bobo di hotel aja sudah bahagia. Review-nya pun ditulis di Multiply, platform jurnal ngehits pada zamannya.

Habis menikah masing-masing langsung kerja lagi, lalu hamil dan melahirkan sampai tiga kali putaran. Tulang belulang usia muda yang sebetulnya masih kuat didongkrak untuk naik gunung atau lari marathon 5k setiap minggu, tercurahkan pada aktivitas menggendong dua anak di depan dan di belakang, tidur miring semalaman, dan bolak-balik mengepel ompol dan tumpahan susu.

Begitulah physical exercise kami.

Hingga ketemulah kami dengan masa kini. Hari-hari di mana kami bisa tidur nyenyak di malam hari sambil meluruskan punggung. Masa di mana anak-anak sudah tidak lagi merengek hanya karena ditinggal ke warung sebelah rumah.

Kami rindu masa-masa di mana kami berjalan kaki berdampingan, bercerita hal-hal remeh, jajan di pinggir jalan, dan menyebrang sambil menggandeng tangan satu sama lain. Kami bahkan sudah ketinggalan update Coldplay, band Inggris favorit kami berdua sebagaimana Chris Martin juga sudah nggak pernah ngabarin kami, eeehh….

Saat suatu hari duduk berdua sambil menyeruput gelato, keluarlah itinerary-itinerary dalam pikiran yang tak pernah diwujudkan bahkan dalam secarik rundown perjalanan. Aku pikir selama ini sudah hilang, nyatanya masih ada dalam pikiran. Sesuatu yang ketika dipanggil langsung hadir.

Dialah keinginan yang belum kesampaian. Keinginan yang masih terikat pada harapan suatu saat bisa dilakoni. Padahal keinginan-keinginan lain sudah terlepas seiring mengikhlaskan, kenapa keinginan jalan-jalan masih nyantol juga dalam pikiran?

“Ayo, jalan-jalan… “ si Teman Hidup berkata.

Mengangguk dulu, berpikir kemudian. Aku tentu akan mengiyakan setiap ajakan jalan-jalan. Perkara tujuannya kemana, itu level kedua setelah kesediaan.

Berbagai destinasi muncul di awan-awan pikiran. Postingan-postingan Instagram traveling hadir bergantian dalam roll kamera mata. Apa destinasi yang bisa kita kunjungi apabila pergi berdua saja tanpa anak-anak?

“Banyuwangi aja yuu… Padahal deket, tapi kita belum pernah.”

Tentu dekat, jika dilihat di peta. Kenyataannya, jarak Malang-Banyuwangi sekitar 312.7 kilometer atau jarak tempuh 6 jam 4 menit dalam perhitungan GoogleMaps.

Kenapa Banyuwangi?

Biarpun tercetus spontan, alasan pilih Banyuwangi sebagai destinasi honeymoon-honeymoon-an tentu bukan asal-asalan. Emak INTJ ini faktor thinking-nya kuat, selalu ada alasan dalam setiap keputusan.

Biar Nggak Jauh-jauh Ninggal Anak

Namanya juga orang tua, yaaaa. Alasannya mungkin terdengar klasik, tapi yakin deh semua orang tua pasti kepikiran anak-anaknya dulu kalau mau bepergian tanpa mereka.

Kalau masih di dalam Jawa Timur rasanya semua dekat (meskipun tidak juga). Tapi minimal lebih cepat sampai di tujuan dan cepat kembali lagi pulang ke rumah.

Akan beda rasanya jika kami pergi lintas provinsi. Rasa senang bisa berubah jadi rasa sesal karena feel guilty ninggalin anak-anak. Untuk tujuan-tujuan sejauh ini, kami perlu perhitungan minimal 5 tahun ke depan, saat anak yang paling kecil sudah masuk usia belasan.

Hadiah Pernikahan

Anggap saja traveling kali ini adalah honeymoon yang tertunda setelah belasan tahun. Kalau dulu pengennya ke Bali, ya geser dikit lah ke sinian, ngedeketin anak-anak (anak-anak lagiii…). Selama 13 tahun ini kami belum pernah liburan hanya berdua saja. Paling epic motoran berdua ke Bromo yang ditempuh dalam 2 jam perjalanan saja dari rumah.

Sekali-sekali ingin dong ya, sebelum mulai banyak keluhan osteoporosis, kami menyalurkan energi petualang kami ke tempat-tempat yang indah kayak orang-orang. Minimal nanti kami bisa cerita ke anak-anak, bahwa ayah ibunya sudah pernah jalan ke sini ke situ, ada ini itu, dan mereka melihat ayah ibunya keren karena bisa diajak cerita dengan tema yang anak muda sukai.

Dapat Gunung dan Pantai

Aku dan Teman Hidup menyukai apa saja kegiatan yang melibatkan alam dan tidak pernah berdebat soal lebih baik ke gunung atau ke pantai. Kalau bisa dapat dua-duanya ya kenapa tidak? Di Banyuwangi, kita bisa dapat pengalaman keduanya.

Eksplor Banyuwangi, Keramahan di Ujung Timur Pulau Jawa

Bucket list apa saja yang sudah aku kantongi tentang Banyuwangi? Sebetulnya ada banyak dalam daftar keinginan, tapi hidup adalah pilihan, bukan? Maka mari mencoba empat hal ini di Banyuwangi.

Snorkeling di Pulau Tabuhan (dan Menjangan, boleh?)

Pulau Tabuhan (traveloka)

Pulau Tabuhan adalah pulau kecil tak berpenghuni dengan luas sekitar 5 hektar yang terletak di Selat Bali. Pasirnya cantik, berwarna putih, dan menyimpan kehidupan bawah laut yang menakjubkan.

Konon, Pulau Tabuhan adalah tempat terbaik untuk kegiatan kiteboarding, tahu kan, yang seperti selancar tapi diseret gitu sama parasut alias kuat-kuatan sama angin. Berhubung belum pernah belajar dan badanku tak seperti dulu lagi, rasanya sudah nggak pede mau gitu-gituan.

Mari kita snorkeling aja yang kalem di Bangsring Underwater. Menikmati keindahan terumbu karang dan bercengkrama dengan anemon laut, lihat penangkaran hiu, dan berfoto sebanyak mungkin.

Taman Nasional Baluran

Taman Nasional Baluran (situbondo.go.id)

Ini adalah spot yang super wajib buat dikunjungi kalau ke Banyuwangi, meski secara administratif masuk kawasan kabupaten Situbondo. Eksotik, megah, keren, wildlife, apa lagi deh kata-kata buat menggambarkan betapa preciousnya Indonesia punya alas Baluran ini.

Africa van Java, mereka bilang. Di mana terdapat padang rumput, hutan belantara, dan fauna eksotik seperti rusa, kerbau, banteng, merak, ular, dan masih banyak lagi. Berkali-kali lihat foto Baluran, aku selalu takjub dan nggak menyangka bahwa ini ada di Indonesia.

Entah harus mengosongkan memori hp berapa banyak untuk ambil foto-foto di sini. Pengen guling-guling di savana, asli deh!

Kawah Ijen

Ijen Bluefire (sindonews)

Aku ingin mengalokasikan waktu lebih lama untuk eksplor kawasan Ijen ini karena baik malam maupun siang punya daya tariknya sendiri-sendiri.

Jika biasanya gunung terlihat indah saat waktu terang, Kawah Ijen justru menampakkan pesonanya di malam hari dengan adanya bluefire di tengah-tengah tambang sulfur di kisaran jam 02.00 sampai dini hari.

Benarkah itu api biru seperti yang biasa emak lihat di kompor gas dapur? Tidak, Mak. Yang mereka sebut ‘bluefire’ itu adalah kepulan gas belerang yang berasal dari celah bebatuan yang bertemu dengan oksigen pada suhu setempat sehingga menghasilkan bentuk seperti lidah api berwarna biru.

Fenomena api biru ini hanya terjadi di dua tempat di dunia; satu di Ijen, satunya di Islandia. Tolong jangan hitung jaraknya, kamu nggak akan kuat.

Bucket list Eksplor Banyuwangi aslinya masih panjang daripada ini, tapi bagaimana pun juga, pikniklah dengan tetap mindful. Hadapi kenyataan bahwa bapak nggak bisa cuti lama-lama, emak ditunggu di rumah, dan kangen anak-anak.

Rekomendasi Hotel di Banyuwangi dari Traveloka

Traveloka adalah teman terbaik saat traveling. Apa saja yang kita butuhkan saat berada jauh di luar rumah, Traveloka punya layanannya. Layanan booking hotel murah adalah inovasi paling keren dan pertama dari Traveloka, dimana aplikasinya pun sangat friendly buat user Indonesia kaya aku (nggak punya CC, pakai bahasa Indonesia, dan bisa rewel ingin penginapan yang nyaman tapi bagus, hehe).

Nah, Traveloka punya rekomendasi banyak penginapan di Banyuwangi mulai dari guest house sampai resort bintang lima. Di bawah ini adalah penginapan yang aku pilih untuk staycation dengan Teman Hidup saat di Banyuwangi.

Jiwa Jawa Resort

Jiwa Jawa Resort Ijen lokasinya agak menclok di bagian selatan Banyuwangi, tepatnya di Kecamatan Licin, lebih dekat dengan Alas Purwo.

Kalau habis main-main di Bangsring, jarak ke Jiwa Jawa menempuh perjalanan sekitar 1.5 jam. Jadi bisa dipastikan beres di bagian utara dulu ya, baru pindah ke selatan.

Resort ini cakep banget deh penampakannya. Unik dan indigenous. Memiliki interior woody, classy, dan homy, Jiwa Jawa menawarkan ambiance di tengah-tengah alam yang hijau dan mountain view.

Jiwa Jawa memiliki 4 tipe kamar, yaitu Deluxe Room, Executive Room, Family Executive Room, dan Suite Room. Semuanya nyaman dan menawarkan luxury stay di ujung selatan pulau Jawa.

Kurasa tipe executive view sudah cukup mengakomodasi kebutuhan kami untuk staycation. Mumpung nggak sama anak-anak, kasurnya cukup satu aja kan yaa 😉

Jiwa Jawa Resort Ijen
Dusun Blimbingsari, Tamansari, Licin, Banyuwangi Regency, East Java 68454
www.jiwajawa.com

Bangsring Breeze 

Kalau pas di Bangsring, resort ini direkomendasikan banget untuk bobo-bobo syantik. Nuansa alami, breezing sesuai namanya, adem, dan asri.

Bangsring Breeze menawarkan tiga pilihan kamar, yaitu Suite with Sea View, Bungalow with Sea View, Garden View with Verandah. Ketiganya memiliki eksterior dan interior dengan gaya Javanese rustic. Bikin nyaman dan betah banget selimutan, jangan-jangan nggak mau pulang, nih.

Karena di Bangsring kita sudah banyak bermain dengan air dan pantai, maka aku dan Teman Hidup akan memilih kamar tipe bungalow yang terbuka dan dikelilingi tanaman hijau.

Bangsring Breeze
Jalan Raya Situbondo Km. 17, Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur
www.bangsringbreeze.com

Dialoog Banyuwangi

Berada tepat di pesisir Selat Bali, Dialoog Banyuwangi menawarkan sensasi staycation dengan embusan angin pantai.

Yang istimewa dari Dialoog adalah mereka berkomitmen untuk bertanggung jawab dalam meningkatkan awareness terhadap green hospitality dan sustainability. Mereka membuat bangunan ramah lingkungan dengan banyak area terbuka. Praktik-praktik penghematan energi, minimalisasi limbah penggunaan plastik, mempromosikan budaya lokal dan menguatkan masyarakat lokal adalah bukti bahwa Dialoog telah menjalankan komitmennya.

Dialoog Banyuwangi menawarkan 3 tipe kamar yang cukup spacious dengan pencahayaan yang berasal dari alam. Deluxe King/Twin untuk kebutuhan kamar yang compact, Deluxe Ocean King/Twin dengan konsep kamar mandi terbuka dan balkon privat, dan ada tipe Suite untuk kamar yang lebih luas dan cocok untuk keluarga.

Buat aku dan Teman Hidup sih cukup Deluxe Ocean King aja supaya bangun tidur bisa memandang lautan biru yang terhampar luas. Di rumah mana ada, ye kaann, adanya lautan setrikaan yang terhampar di keranjang.

Dialoog Banyuwangi. Deluxe Ocean King.

Dialoog Banyuwangi
Jl. Yos Sudarso, Lingkungan Sukowidi, Klatak, Kec. Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur 68421
www.dialooghotels.com

Kuliner Osing yang Tidak Boleh Dilupakan

Jangan pulang ke Malang sebelum kenyang dengan kuliner di sekitaran Banyuwangi. Aku dan suami sama-sama suka makan, dan kami nggak rewel soal makanan jadi untuk mencicipi makanan khas setempat, lidah kami mudah menyesuaikan.

Sego Tempong

Tempong artinya ‘tempeleng’ atau ‘tampar’ dalam Bahasa Indonesia. Kata ini menggambarkan sensasi ketika makan sambal yang super pedas, “berasa ketampar”, panas dan pedeess, gituu.

Seporsi sego tempong terdiri dari nasi putih, sayuran rebus, tahu, tempe, ikan asin, dan sambal mentah yang super pedas. Rasanya segar dan seimbang karena komposisi protein hewani dan nabatinya mumpuni. Kalau di luar kota, kadang ikan asinnya diganti ayam, tapi jelas ikan asinlah juaranya sih ya.

Sego tempong (indonesia.travel)

Pecel Rawon

Kalau cuma pecel saja atau rawon saja, di Malang banyak. Aku nggak perlu jauh-jauh ke Banyuwangi untuk merasakan pecel atau rawon, di Malang sudah berjejeran warung legendaris penjual kedua makanan itu.

Tapi pecel rawon? Oh, ini memang Banyuwangi punya. Sepiring pecel rawon berisi sayuran rebus dengan bumbu pecel kemudian dituang daging rawon beserta kuahnya. Entah siapa yang pertama kali punya ide menggandengkan pecel dan rawon, mungkin karena dia nggak bisa milih mau makan yang mana dulu ya, jadi langsung disatukan saja, ah sotoy banget akuuh.

Sudah kebayang kan rasanya pecel rawon? Yang pasti ada pedesnya, manisnya, dan gurih dari kedua masakan ini. Tidak ada salahnya dicoba, meskipun nggak biasa. Hitung-hitung makan daging langsung dihajar sayuran, kan?

Pecel rawon (indonesia.travel)

Kue Bagia/Bakia

kue bagia (indonesia.travel)

Bukan chagiya yang artinya sayang, ya. Melainkan bagia, yang merupakan camilan ringan yang dominan terbuat dari tepung sagu, minyak, kacang tanah, dan kayu manis.

Kue ini adalah oleh-oleh yang paling banyak dicari oleh wisatawan karena tekstur yang ringan dan lumer di mulut. Tersedia aneka rasa kue bagia yang bisa dipilih seperti rasa jahe, kayu manis, susu. Kue ini juga cocok buat dicelup kopi atau teh saat sesi ngemil sore hari.

Nah, gitu deehh bucket list Banyuwangi aku untuk #LihatDuniaLagi bersama Teman Hidup Traveloka. Nggak muluk-muluk ingin pergi jauh, cukup beberapa jam saja dari Malang jadi nggak kelamaan kangen sama anak-anak. Ah, susah memang ya kalau sudah jadi orang tua, hehe.

Semoga di tahun ke-13 pernikahan, wishlistku bisa terwujud. Kalau enggak, ya semoga tahun ke-14, kan cuma nunggu setahun lagi aja, pokoknya dari wish jadi comes true 🙂

“Yuk ‘#LihatDuniaLagi dan bikin #StaycationJadi’ dengan Traveloka! Langsung meluncur ke Traveloka lewat link ini:  https://trv.lk/kompetisi-lihatdunialagi-bloggerperempuan



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *



Share this…