Nasi Bancakan Bandung
Restaurant Review

Nasi Bancakan, Sajian Masakan Sunda Buhun di Bandung

Saya sering dapat pertanyaan, apakah saya suka makan di resto Sunda di Bandung? Resto apa yang rekomen? Seringnya jawaban saya juga mengambang sih. Dipikir-pikir, selama tinggal di Bandung bisa dibilang saya jarang banget mampir ke restoran/rumah makan Sunda. Kalau nggak sama keluarga besar atau ada acara di tempat tersebut, jelas nggak mungkin sengaja makan di resto-resto kayak gitu.

Kenapa? Ya karena menu-menunya sama aja kayak yang dimasak di rumah sehari-hari. Ikan mas goreng, sayur kacang, ayam goreng, sayur asem bening, balakutak, sambel terasi, semur jengkol, gepuk, dkk… itu juga dijual di warung nasi-warung nasi dekat rumah. Cukup puas lah makan masakan menu rumahan kayak gini tanpa harus difoto dan diupload.

Sampai akhirnya saya jadi turis di kota sendiri, wkwkwkwk.

Sejak rantau, kerinduan akan masakan-masakan rumah ya jelas membuncah. Begitu mudik ke Bandung, yang dicari masakan-masakan Sunda yang dikangeni seperti lalab tespong, tutut, sambel oncom, karedok, pepes peda, dsb… makanan-makanan ini yang sulit diduplikasi di rantau karena bahan bakunya yang tidak tersedia.

Dan si Nasi Bancakan ini jadi salah satu tutugan orang-orang makan di Bandung. Orang-orang luar Bandung, orang-orang Bandung yang rantau, atau orang-orang rantau yang di Bandung. Adapun orang-orang Bandung yang tinggal di Bandung seperti keluarga saya, ya hanya ke situ kalau ada momennya saja. Seperti saat kami makan malam sehabis dari luar kota.

Istilah ‘bancakan’ sendiri orisinalitasnya mengacu pada tradisi makan suatu hidangan rame-rame, bareng-bareng. Dulu waktu saya kecil, kalau ada anak yang ulang tahun, pasti ngadain bancakan alias membagi-bagi nasi tumpeng/nasi kuning atau hidangan lainnya dan dimakan secara botram (barengan). Kalau sekarang, trendnya orang makan bareng-bareng di atas daun pisang, ya kurang lebih kayak gitu lah.

Semangat makan ngariung inilah yang mungkin menginspirasi nama resto ini dengan konsep prasmanan ala resto-resto Sunda pada umumnya. Makan di Nasi Bancakan, hampir nggak mungkin sendirian. Lay out seatingnya pun dibuat untuk rame-rame, pakai bangku panjang atau lesehan.

Lokasi Nasi Bancakan

Awalnya, Nasi Bancakan lokasinya di Jalan Trunojoyo, tengah kota banget dekat dengan Gedung Sate. Rameee banget parkirannya selalu penuh dan traffic di jalur itu memang lumayan hectic dengan resto-resto dan kantor lain di sekitarnya.

Saat saya ke sini lagi tahun 2024, lokasi Nasi Bancakan ada di Jalan Diponegoro, Bandung. Nama jalannya sudah berbeda, tapi lokasinya masih di situ-situ juga alias sebrangan dengan lokasi lama.

Secara tempat sih nggak fancy ya, gimana lah seperti warung makan yang naik level. Terlalu mewah kalau dibilang resto karena dari segi interior maupun ambiance sih nggak ada apa-apanya ya.

Menu Nasi Bancakan

Hadir dengan tagline “masakan Sunda buhun” (masakan Sunda zaman dulu), Nasi Bancakan menyajikan menu-menu Sunda otentik yang bisa jadi sudah jarang juga dimasak di rumah-rumah. Katakan aja balakutak, empal, babat goreng, ya tentu masih ada aja yang masak sih tapi masakan-masakan tersebut kan effort sementara dapur rumah tangga sekarang banyak yang praktis.

Begitu masuk, kita akan mengantre untuk mengambil makanan secara prasmanan. Di atas piring kaleng, ambil nasi sepuasnya, ada nasi putih, nasi liwet bebas pilih. Habis itu pilih lauk-lauknya dalam satu piring untuk dihangatkan kembali di dapur. Ambil lalaban sepuasnya, pisahkan dari sambel di wadah yang lain. Makanan akan dihitung per menu, kecuali nasi dan lalab yang free.

Minuman juga dihitung per gelas. Ada es goyobod (patut dicoba!), es jeruk, cincau, dan cendol. Tapi kalau pilih teh anget tawar (ingat yaaa, di sini tehnya default tawar), bisa ambil gelas kaleng dan isi ulang sendiri sepuasnya.

Ini menu saya dan keluarga saat makan malam di sini. Karena kalau makan sama mamah harus ada sayurannya, maka semangkuk tumis buncis pun bakal ada. Saya memilih penuhin piring dengan selada dan timun aja yang gratis. Kalau ada terong tak ambil juga deh, sayangnya saat itu terongnya kosong.

Ada babat goreng, jengkol balado, tumis cumi asin, sayur asem, abon sapi, gepuk, ayam kampung goreng/bakar. Beberapa minuman es.

Nasi Bancakan Bandung

Dari segi rasa, jujur sih standar aja ya sebagaimana ya emang begitu. Ya gimana, udah sering makan di rumah sendiri jadi udah tau rasanya begitu. Maksudnya sih tidak lebih yang enak gimanaa gitu. Tapi beberapa menu seperti ayam kampung dan abon sapi emang enak dan empuk sih, cocok buat menu anak-anak. Sambelnya juga enak, klop dimakan sama ikan mas goreng dan lalaban.

Jengkol baladonya tidak bau menyengat juga jadi jangan khawatir, ehehehe.

Selepas makan, kami duduk-duduk dulu menikmati suasana dan nunggu makanannya turun semua ke perut. Saya lihat gerobak es lilin yang dicelup ke cairan cokelat dan minyak. Harganya 5 ribu. Meski rasanya nggak seperti es lilin zaman saya kecil, ya lumayan juga sih buat kangen-kangenan.

Di Nasi Bancakan juga ada bagian khusus seafood apabila ingin nyoba nasi goreng kepiting atau sajian yang berbau laut lainnya. Meski Bandung jauh dari laut, boleh juga sesekali icip-icip sajian yang hanyir kalau pas menunya ada.

Apabila pemirsa meminta rekomendasi resto Sunda untuk dinikmati, saya nggak bisa rekomendasikan hanya satu melainkan cobain aja semuanya. Yang model warung nasi ada, model rumah makan ada, model fancy dining juga.. mmm… kayaknya sih ada juga ya. Nasi Bancakan ini termasuk yang kedua, setara dengan RM Ampera dengan harga yang juga hampir sebelas-dua belas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *